Minggu, Juni 14, 2009

Meretas Harga Diri

7 Juli 2009 rakyat Indonesia akan menentukan masa depannya. Sebanyak 3 calon presiden resmi mencalonkan diri untuk jadi pemimpin negeri ini. Masing-masing punya karakteristik yang berbeda dalam menarik simpati rakyat. Persaingan ketat juga memancing suasana panas yang seolah menjadi hiburan tersendiri bagi seorang mahasiswa pengangguran seperti saya. Suatu subuh di bulan Juni saya masih belum bisa memejamkan mata untuk pergi ke alam mimpi. Disaat mata masih bisa diajak berkompromi, televisi saya yang masih menyala pun menjadi teman setia menemani. Setelah beberapa kali berganti channel, jari saya terhenti memencet remote yang membimbing saya kepada channel salah satu stasiun televisi swasta. Ada sedikit ulasan mengenai perilaku keji negeri tetangga. Apa hubungannya ya calon presiden dengan negara tetangga?. Saya coba mengaitkan, semoga saja nyambung. Mungkin anda langsung membayangkan sebuah nama negara tetangga negeri ini yang belakangan mencuri perhatian publik atas kelakuannya yang tidak bisa dibilang menyenangkan hati. Mungkin juga anda bosan mengenai pemberitaan di media massa menyangkut tindakan negeri tetangga yang seenak udel tersebut. Kemarin-kemarin saya termasuk golongan orang yang bosan mengenai segala pemberitaan tersebut, namun entah kenapa subuh ini saya tertarik untuk sedikit memberi perhatian lebih terhadap kasus ini.

Setelah menyaksikan berbagai perilaku tidak simpatik negara tetangga tersebut terhadap negeri tercinta ini, saya pikir Indonesia butuh pemimpin yang benar-benar tegas di periode depan. Walaupun ekonomi kita lebih lemah dari negeri tersebut, bukan berarti harga diri Indonesia bisa dengan mudah diinjak-injak dengan berbagai cara yang membuat hati miris. Dari pemerkosaan, pemukulan, penyiksaan, pencurian, dan berbagai tindak kriminal lainnya dirasakan saudara kita yang hendak mencari nafkah di negeri tetangga. Beberapa tahun yang lalu kita menyaksikan beberapa kasus TKI kembali ke Indonesia dengan bekas luka di sekujur tubuhnya, setelah beberapa waktu rakyat Indonesia melupakan sejenak, muncul kembali kasus yang hampir sama belakangan ini. Contoh kasus ialah penyiksaan terhadap Siti Hajar yang sungguh membuat luka di hati. Bukannya saya melebih-lebihkan, tapi coba bayangkan bila salah seorang anggota keluarga anda pergi merantau dan beberapa tahun kemudian bukan pulang dengan membawa hasil positif berupa materi misalnya. Sebaliknya, ia justru kembali dengan tubuh yang penuh bekas siksaan, entah itu luka sayat, air panas atau apalah. Ada juga yang pulang-pulang ke tanah air dengan membawa hasil nihil alias tanpa membawa gaji. Masih syukur kalau masih hidup, ada juga TKI yang kembali kepada keluarganya dengan tiada nafas lagi alias MATI. Bravo.

Okelah kasus si cantik Manohara Odelia Pinot sekarang sudah menjadi melodrama di kalangan ibu-ibu rumah tangga, bahkan saya sendiri masih menyimak kelanjutan kasusnya walaupun tidak intens. Tapi coba kesampingkan dulu statusnya yang mantan model, berasal dari kalangan berada dan berparas jelita. Mari kita kembalikan kepada konteks bahwa ia seorang manusia. Manusia yang berhak hidup damai sejahtera tanpa ada gangguan fisik dan mental seperti yang telah dijamin undang-undang hak asasi manusia. Semoga ia bisa cepat menyelesaikan kasusnya dengan keluarga kerajaan yang kalau memang benar mereka melakukan perbuatan tersebut, saya pikir kelakuannya tidak lebih dari seekor anjing. Simpelnya menurut saya, keluarga kerajaan saja bertindak begitu, apalagi kaum dibawahnya.

Demikian pula para TKI yang sudah saya singgung tadi. Wong sudah tak berkepunyaan, intelektual kurang dan datang dengan damai untuk mencari sesuap nasi, eh malah disiksa. Belum lagi pencurian terhadap pulau dan hasil laut kita yang mengakibatkan lepasnya Sipadan dan Ligitan. Mempatenkan budaya bangsa ini yang sudah mendarah daging seperti rending dan batik. Sekarang MEREKA YANG SOK BERADAB itu mencari gara-gara dengan mencuri ikan yang berakibat kerugian puluhan milyar setiap tahunnya dan masih mencoba untuk mengambil kawasan Ambalat. Sebenarnya ada apa di Ambalat?. Ternyata kawasan tersebut menyimpan ratusan juta barel kandungan minyak dan gas alam. Siapa yang tidak tertarik terhadap sumber daya tersebut dimasa krisis perekonomian dunia sekarang ini?. apalagi sampai sekarang (maaf) Indonesia masih belum bisa memanfaatkan berbagai sumber daya tersebut. Tapi sekali lagi saya tekankan bahwa Indonesia masih punya harga diri dan saya mengharapkan pemimpin kita nanti punya harga diri juga. Semoga Presiden yang kita pilih nanti bisa lebih mengambil sikap terhadap perilaku jalang negeri tetangga kita tersebut. Kalau begini saya merindukan sikap Bung Karno yang mencetuskan “GANYANG MALAYSIA” yang sangat populer setidaknya sampai detik ini. Saya bukanlah seorang pendukung Soekarno. Saya juga bukanlah seorang yang punya moral yang sempurna, karena kesempurnaan bukan milik manusia. Namun menurut saya akan lebih baik bagi kita bersama-sama untuk belajar bagaimana memperoleh moral yang lebih baik dan memetik pelajaran dari tingkah negara tetangga tersebut. kita tunjukkan bahwa kita tidak serendah yang mereka kira. Wahai calon pemimpin, ini kami rakyatmu bersuara…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar