Kamis, September 17, 2009

Manusia dan Anjing

“Saya tak peduli apakah saya memang sekadar celeng atau anjing. Jika ternyata saya cuma anjing, saya akan bangga menerima takdir itu. Anjing pun memiliki sifat indah yang justru jarang dimiliki oleh manusia-manusia beradab. Anjing itu gemar mengosongkan perut, sedikit tidur pada saat malam mendera, tak pernah hengkang dari pintu sang pemilik, zuhud, dan bersyukur sekalipun hidup di tempat paling hina. Anjing juga tahan lapar, tak pernah mendendam kepada sang pemilik, rela menyingkir ke tempat lain jika medan kehidupannya direbut makhluk lain, menyenangkan orang yang memberi makan, dan kemana pun pergi pantang membawa bekal. Ia benar-benar memasrahkan kehidupannya kepada Tuhan.”

*Potongan sebuah alinea dari Sayap Anjing oleh Triyanto Triwikromo. Dikutip dari buku Syekh Muhammad Nawawi Al Jawi berjudul Syarhu Kaasyifatus Sajaa’alaa Safiinatin Najaa fii Ushuulid Diini Wal Fiqhi. Diindonesiakan menjadi 10 Sifat Keteladanan Anjing oleh Drs Nipan Abdul Hakim.

Kemudian saya mulai bertanya-tanya, apakah pada akhirnya seorang manusia pun harus belajar kepada seekor anjing. Anjing yang dituduh mempunyai habbit yang telah dideskripsikan diatas. Apakah kita manusia harus sepasrah itu kepada Tuhan?. Oh, betapa kegundahan ini mengganggu ketenangan saya di pagi ini. Matahari yang mulai tersenyum pun ternyata tidak mampu membantu saya mendapatkan jawaban atas semua ini. Saya berpikir, apakah benar adanya tabiat seorang manusia beradab tidak lebih tinggi dari seekor anjing. Anjing yang bagaimana?. Seberapa jauh kejahatan manusia yang telah ia perbuat di dunia ini. Salah apa dunia ini hingga ditempati banyak manusia seperti ini?.
Sampai saya berpikir sedang berada di posisi manakah saya sekarang ini.
Saya berpikir dan terus berpikir, sampai terus menyimpan kegundahan tersebut.
Sampai kegundahan ini menerobos aliran darah saya.
Sampai jari saya tidak tahu untuk mengungkapkan apalagi yang layak diungkapkan.
Saya menunggu sampai kegundahan ini berakhir.

Kamis, Juli 09, 2009

Ketika Indonesia Memilih

Beberapa hari ini saya rasa orang orang (I mean rakyat Indonesia) sedang sibuk-sibuknya. Sibuk yang tidak biasanya. Perhatian sebahagian besar orang tersedot kepada beberapa topik hangat yang akan coba saya lebur dalam goresan saya ini. Dimulai dari kematian legenda pop dunia, Michael Jackson, sampai kepada pesta demokrasi rakyat Indonesia untuk memilih pemimpin selama 5 tahun ke depan. Yang pertama tentu saja bukan hanya rakyat Indonesia yang memberikan perhatiannya, namun saya rasa seluruh dunia tahu kalau dia sudah tiada (berlebihan, tapi kalau selama 2 minggu ini anda sedikit saja menyempatkan diri menonton tv, mudah-mudahan anda tahu). Dan di akhir cerita mengenai kematiannya ini, ia dibuatkan sebuah acara penghormatan terakhir dan pemakaman yang luar biasa. Terbesar sampai saat ini, mengalahkan acara pemakaman Elvis Presley dan Lady Diana. Acara pemakamannya saja menjadi hiburan menarik bagi orang-orang yang tidak ada kerjaan seperti saya. Berbagai stasiun televisi di Indonesia menyiarkan secara live. Gila memang pada malam itu, everybody`s talk about Jacko. Padahal bagi rakyat Indonesia, esoknya merupakan hari yang menentukan nasib bangsa ini. Masing-masing rakyat yang memiliki hak suara ada baiknya menjalankan haknya tersebut. syukur-syukur bangun pagi karena batas memilih hanya sampai jam 1 siang.

Saya termasuk orang yang antusias menghadapi pilpres kali ini. Sebagai orang yang pertama kali mengikuti pemilu (umur saya sekarang 19, 5 tahun kemaren belum bisa), rasa berkobar-kobar itu memaksa saya untuk terus mengikuti perkembangan pemilu dari jauh-jauh hari sebelumnya. Sebuah stasiun televisi menyebut dirinya The Election Channel menjadi referensi saya untuk pemilu kali ini. Disamping sekarang sedang masa liburan sehingga saya lowong, saya memang sangat tertarik akhir-akhir ini terhadap pemilu. Akhirnya saya menjatuhkan pilihan kepada calon presiden incumbent tersebut yang dalam masa kampanye ini akrab dengan slogan LANJUTKAN!. Saya telah mengamati ketiga calon beberapa bulan terakhir, apa yang saya rasakan selama 5 tahun belakangan dan hati saya pun memaksa untuk memilih beliau. Sambil harap-harap cemas, saya pulang ke kosan kemudian tenggelam pada permainan seorang pengangguran, Footbal Manager. Sembari bermain, televisi saya tetap bersuara dan menyiarkan tentang pemilu. Hasilnya, dalam quick count beliau unggul jauh dari 2 calon lain. Walaupun keputusan belum final, namun saya sebagai pendukungnya bisa sedikit bernafas lega. Sampai beberapa jam kemudian saya sudah melakukan berbagai aktivitas lahiriah dan batiniah, saya tetap mengikuti berita mengenai pasca-pemilu. Beragam memang, seperti kebiasaan orang-orang di negeri ini yang selalu meneriakkan lapang dada dan sportivitas, namun tindakan tidak sejalan dengan omongan. Sekali lagi saya tekankan, sampai saya menulis ini semua, hasil penghitungan manual KPU memang belum fix, tapi sekarang kita bicara peluang. Dengan jarak lebih dari 30 persen selang sehari setelah pencontrengan, berbagai media tampak sudah mentahbiskan beliau sebagai presiden terpilih dan hanya satu putaran sesuai dengan yang ia kampanyekan.

Karena saya males bikin tulisan berikutnya bila presiden benar-benar terpilih nanti, saya beri ucapan selamat sekarang juga kepada siapapun pemenangnya nanti. Semoga saya tidak salah pilih bila beliau si incumbent nanti yang terpilih. Pemilu kali ini memang jauh dari kesempurnaan, namun segala niat baik dan jahat akan diperhitungkan oleh si empunya akhirat. Tidak usahlah mengintervensi tak penting itu terhadap calon tertentu. Cukup, sudah lewat masa-masa itu. Sekarang saatnya menunggu dan berlapang dada bila tiba waktunya. Semua ini masih proses dalam mencapai Indonesia yang satu dan sejahtera. Seperti yang dirindukan seorang budayawan, Sudjiwo Tedjo, dalam dalangnya di The Election Channel, bedakan konteks berpartai dengan berkehidupan sehari-hari. Atmosfernya beda. Cobalah legowo dan beri penghargaan kepada siapapun pemenangnya. Semoga dalang yang ia sajikan tidak ditunggangi oleh berbagai kepentingan brengsek itu, namun benar-benar karya seorang yang mencintai negaranya.

Walaupun saya menjung tinggi kejujuran, entah kenapa saya suka potongan kata dari Sudjiwo Tedjo berikut:
Mari berbohong pada anak anak bahwa pemimpin baik baik saja. Jangan biarkan mereka menangis karena mereka akan berangkat sekolah.

Betapa Indonesia membutuhkan pemimpin yang mencintai rakyatnya sekarang ini. Cukuplah sudah krisis multidimensi ini. tulisan saya yang sudah tidak terarah ini saja sudah tidak sanggup lagi bercerita mengenai krisis, kapan-kapan saja kita omongin. Untuk kali ini, sekali lagi selamat buat rakyat Indonesia yang telah bersuara sekali dalam 5 tahun. Semoga suara kita tidak sia-sia.

Rabu, Juni 17, 2009

Chatting Dengan Dia

BUZZ!

TUHAN : Kamu memanggilKu ?

AKU: Memanggilmu? Tidak.. Ini siapa ya?

TUHAN : Ini TUHAN. Aku mendengar doamu. Jadi Aku ingin berbincang-
bincang denganmu.

AKU: Ya, saya memang sering berdoa, hanya agar saya merasa lebih
baik. Tapi sekarang saya sedang sibuk, sangat sibuk.

TUHAN : Sedang sibuk apa? Semut juga sibuk.

AKU: Nggak tau ya. Yang pasti saya tidak punya waktu luang
sedikitpun. Hidup jadi seperti diburu-buru. Setiap waktu telah
menjadi waktu sibuk.

TUHAN : Benar sekali. Aktivitas memberimu kesibukan. Tapi
produktivitas memberimu hasil. Aktivitas memakan waktu,
produktivitas membebaskan waktu.

AKU: Saya mengerti itu. Tapi saya tetap tidak dapat menghidarinya.
Sebenarnya, saya tidak mengharapkan Tuhan mengajakku chatting
seperti ini.

TUHAN : Aku ingin memecahkan masalahmu dengan waktu, dengan memberimu
beberapa petunjuk. Di era internet ini, Aku ingin menggunakan medium
yang lebih nyaman untukmu daripada mimpi, misalnya.

AKU: Oke, sekarang beritahu saya, mengapa hidup jadi begitu rumit?

TUHAN : Berhentilah menganalisa hidup. Jalani saja. Analisa-lah yang
membuatnya jadi rumit.

AKU: Kalau begitu mengapa kami manusia tidak pernah merasa senang?

TUHAN : Hari ini adalah hari esok yang kamu khawatirkan kemarin. Kamu
merasa khawatir karena kamu menganalisa. Merasa khawatir menjadi
kebiasaanmu. Karena itulah kamu tidak pernah merasa senang.

AKU: Tapi bagaimana mungkin kita tidak khawatir jika ada begitu
banyak ketidakpastian.

TUHAN : Ketidakpastian itu tidak bisa dihindari. Tapi kekhawatiran
adalah sebuah pilihan.

AKU: Tapi, begitu banyak rasa sakit karena ketidakpastian.

TUHAN : Rasa Sakit tidak bisa dihindari, tetapi Penderitaan adalah
sebuah pilihan.

AKU: Jika Penderitaan itu pilihan, mengapa orang baik selalu
menderita?

TUHAN : Intan tidak dapat diasah tanpa gesekan. Emas tidak dapat
dimurnikan tanpa api. Orang baik melewati rintangan, tanpa
menderita. Dengan pengalaman itu, hidup mereka menjadi lebih baik
bukan sebaliknya.

AKU: Maksudnya pengalaman pahit itu berguna?

TUHAN : Ya. Dari segala sisi, pengalaman adalah guru yang keras. Guru
pengalaman memberi ujian dulu, baru pemahamannya.

AKU: Tetapi, mengapa kami harus melalui semua ujian itu? Mengapa
kami tidak dapat hidup bebas dari masalah?

TUHAN : Masalah adalah Rintangan yang ditujukan untuk meningkatkan
kekuatan mental. Kekuatan dari dalam diri bisa keluar
dari perjuangan dan rintangan, bukan dari berleha-leha.

AKU: Sejujurnya ditengah segala persoalan ini, kami tidak tahu
kemana harus melangkah…

TUHAN : Jika kamu melihat keluar, maka kamu tidak akan tahu kemana
kamu melangkah. Lihatlah ke dalam. Melihat keluar, kamu bermimpi.
Melihat ke dalam, kamu terjaga. Mata memberimu penglihatan. Hati
memberimu arah.

AKU: Kadang-kadang ketidakberhasilan membuatku menderita. Apa yang
dapat saya lakukan?

TUHAN : Keberhasilan adalah ukuran yang dibuat oleh orang lain.
Kepuasan adalah ukuran yang dibuat olehmu sendiri. Mengetahui tujuan
perjalanan akan terasa lebih memuaskan daripada mengetahui bahwa kau
sedang berjalan. Bekerjalah dengan kompas, biarkan orang lain
bekejaran dengan waktu.

AKU: Di dalam saat-saat sulit, bagaimana saya bisa tetap termotivasi?

TUHAN : Selalulah melihat sudah berapa jauh saya berjalan, daripada
masih berapa jauh saya harus berjalan. Selalu hitung yang harus kau
syukuri,jangan hitung apa yang tidak kau peroleh.

AKU: Apa yang menarik dari manusia?

TUHAN : Jika menderita, mereka bertanya "Mengapa harus aku?". Jika
mereka bahagia, tidak ada yang pernah bertanya "Mengapa harus aku?".

AKU: Kadangkala saya bertanya, siapa saya, mengapa saya disini?

TUHAN : Jangan mencari siapa kamu, tapi tentukanlah ingin menjadi
apa kamu. Berhentilah mencari mengapa saya di sini. Ciptakan tujuan
itu. Hidup bukanlah proses pencarian, tapi sebuah proses penciptaan.

AKU: Bagaimana saya bisa mendapat yang terbaik dalam hidup ini?

TUHAN : Hadapilah masa lalu-mu tanpa penyesalan. Peganglah saat ini
dengan keyakinan. Siapkan masa depan tanpa rasa takut.

AKU: Pertanyaan terakhir. Seringkali saya merasa doa-doaku tidak
dijawab.

TUHAN : Tidak ada doa yang tidak dijawab. Seringkali jawabannya
adalah TIDAK.

AKU: Terima Kasih Tuhan atas chatting yang indah ini.

TUHAN : Oke. Teguhlah dalam iman, dan buanglah rasa takut. Hidup
adalah misteri untuk dipecahkan, bukan masalah untuk diselesaikan.
Percayalah padaKu. Hidup itu indah jika kamu tahu cara untuk hidup.


TUHAN has signed out.

Suatu kebetulan terjadi. Saya menemukan tulisan ini di laptop dan ga tau siapa yang nulis. Sumber: anonim,hehe

Minggu, Juni 14, 2009

Meretas Harga Diri

7 Juli 2009 rakyat Indonesia akan menentukan masa depannya. Sebanyak 3 calon presiden resmi mencalonkan diri untuk jadi pemimpin negeri ini. Masing-masing punya karakteristik yang berbeda dalam menarik simpati rakyat. Persaingan ketat juga memancing suasana panas yang seolah menjadi hiburan tersendiri bagi seorang mahasiswa pengangguran seperti saya. Suatu subuh di bulan Juni saya masih belum bisa memejamkan mata untuk pergi ke alam mimpi. Disaat mata masih bisa diajak berkompromi, televisi saya yang masih menyala pun menjadi teman setia menemani. Setelah beberapa kali berganti channel, jari saya terhenti memencet remote yang membimbing saya kepada channel salah satu stasiun televisi swasta. Ada sedikit ulasan mengenai perilaku keji negeri tetangga. Apa hubungannya ya calon presiden dengan negara tetangga?. Saya coba mengaitkan, semoga saja nyambung. Mungkin anda langsung membayangkan sebuah nama negara tetangga negeri ini yang belakangan mencuri perhatian publik atas kelakuannya yang tidak bisa dibilang menyenangkan hati. Mungkin juga anda bosan mengenai pemberitaan di media massa menyangkut tindakan negeri tetangga yang seenak udel tersebut. Kemarin-kemarin saya termasuk golongan orang yang bosan mengenai segala pemberitaan tersebut, namun entah kenapa subuh ini saya tertarik untuk sedikit memberi perhatian lebih terhadap kasus ini.

Setelah menyaksikan berbagai perilaku tidak simpatik negara tetangga tersebut terhadap negeri tercinta ini, saya pikir Indonesia butuh pemimpin yang benar-benar tegas di periode depan. Walaupun ekonomi kita lebih lemah dari negeri tersebut, bukan berarti harga diri Indonesia bisa dengan mudah diinjak-injak dengan berbagai cara yang membuat hati miris. Dari pemerkosaan, pemukulan, penyiksaan, pencurian, dan berbagai tindak kriminal lainnya dirasakan saudara kita yang hendak mencari nafkah di negeri tetangga. Beberapa tahun yang lalu kita menyaksikan beberapa kasus TKI kembali ke Indonesia dengan bekas luka di sekujur tubuhnya, setelah beberapa waktu rakyat Indonesia melupakan sejenak, muncul kembali kasus yang hampir sama belakangan ini. Contoh kasus ialah penyiksaan terhadap Siti Hajar yang sungguh membuat luka di hati. Bukannya saya melebih-lebihkan, tapi coba bayangkan bila salah seorang anggota keluarga anda pergi merantau dan beberapa tahun kemudian bukan pulang dengan membawa hasil positif berupa materi misalnya. Sebaliknya, ia justru kembali dengan tubuh yang penuh bekas siksaan, entah itu luka sayat, air panas atau apalah. Ada juga yang pulang-pulang ke tanah air dengan membawa hasil nihil alias tanpa membawa gaji. Masih syukur kalau masih hidup, ada juga TKI yang kembali kepada keluarganya dengan tiada nafas lagi alias MATI. Bravo.

Okelah kasus si cantik Manohara Odelia Pinot sekarang sudah menjadi melodrama di kalangan ibu-ibu rumah tangga, bahkan saya sendiri masih menyimak kelanjutan kasusnya walaupun tidak intens. Tapi coba kesampingkan dulu statusnya yang mantan model, berasal dari kalangan berada dan berparas jelita. Mari kita kembalikan kepada konteks bahwa ia seorang manusia. Manusia yang berhak hidup damai sejahtera tanpa ada gangguan fisik dan mental seperti yang telah dijamin undang-undang hak asasi manusia. Semoga ia bisa cepat menyelesaikan kasusnya dengan keluarga kerajaan yang kalau memang benar mereka melakukan perbuatan tersebut, saya pikir kelakuannya tidak lebih dari seekor anjing. Simpelnya menurut saya, keluarga kerajaan saja bertindak begitu, apalagi kaum dibawahnya.

Demikian pula para TKI yang sudah saya singgung tadi. Wong sudah tak berkepunyaan, intelektual kurang dan datang dengan damai untuk mencari sesuap nasi, eh malah disiksa. Belum lagi pencurian terhadap pulau dan hasil laut kita yang mengakibatkan lepasnya Sipadan dan Ligitan. Mempatenkan budaya bangsa ini yang sudah mendarah daging seperti rending dan batik. Sekarang MEREKA YANG SOK BERADAB itu mencari gara-gara dengan mencuri ikan yang berakibat kerugian puluhan milyar setiap tahunnya dan masih mencoba untuk mengambil kawasan Ambalat. Sebenarnya ada apa di Ambalat?. Ternyata kawasan tersebut menyimpan ratusan juta barel kandungan minyak dan gas alam. Siapa yang tidak tertarik terhadap sumber daya tersebut dimasa krisis perekonomian dunia sekarang ini?. apalagi sampai sekarang (maaf) Indonesia masih belum bisa memanfaatkan berbagai sumber daya tersebut. Tapi sekali lagi saya tekankan bahwa Indonesia masih punya harga diri dan saya mengharapkan pemimpin kita nanti punya harga diri juga. Semoga Presiden yang kita pilih nanti bisa lebih mengambil sikap terhadap perilaku jalang negeri tetangga kita tersebut. Kalau begini saya merindukan sikap Bung Karno yang mencetuskan “GANYANG MALAYSIA” yang sangat populer setidaknya sampai detik ini. Saya bukanlah seorang pendukung Soekarno. Saya juga bukanlah seorang yang punya moral yang sempurna, karena kesempurnaan bukan milik manusia. Namun menurut saya akan lebih baik bagi kita bersama-sama untuk belajar bagaimana memperoleh moral yang lebih baik dan memetik pelajaran dari tingkah negara tetangga tersebut. kita tunjukkan bahwa kita tidak serendah yang mereka kira. Wahai calon pemimpin, ini kami rakyatmu bersuara…

Jumat, Mei 29, 2009

Foto Berkesan

Percaya atau tidak, kasus ini mungkin tergantung pengalaman anda. Kemungkinan besar anda pasti punya pengalaman seperti ini. Langkah pertama anda harus pernah melihat lebih dari satu foto selama hidup anda.

Dari banyaknya foto anda yang anda lihat dan ingat kembali di memori anda, penuh kenangan dan kesan, tapi ada satu foto yang sedikit banyak menimbulkan rasa sentimentil anda. Kesan yang saya maksud disini adalah kesan yang menyenangkan. Anda bisa sedikit terpaku ketika melihat satu foto tersebut diantara deretan foto-foto yang lain. Tidak bosan-bosannya anda memandangi foto tersebut, senyum terus mengembang dari bibir anda. Bagi pengguna gadget-gadget yang memungkinkan anda untuk menaruh foto tersebut menjadi wallpaper, pasti terpikir untuk melakukannya, kemungkinan besar anda akan melakukan hal tersebut.

Foto memang menyimpan sejuta makna dan interpretasi yang berbeda-beda terhadap setiap orang yang melihatnya. Terkadang beberapa orang berharap ada kelanjutan yang lebih baik dari foto tersebut layaknya sebuah cerita yang berkesinambungan dengan ending yang bahagia. Sekarang tinggal menunggu bagaimana sang sutradara mengarahkan cerita tersebut kepada suatu ending yang diharapkan banyak orang, kebahagiaan.

Minggu, Mei 24, 2009

Rikuh

“Disana, di Istana sana, Sang Paduka Yang Mulia Presiden tengah bersenda gurau dengan isteri-isterinya. Dua ratus meter dari Istana, aku bertemu si miskin yang tengah makan kulit mangga. Aku besertamu orang-orang malang…” - Soe Hok Gie, Zaman Peralihan.
Indonesia bisa semiskin ini hanya karena kepentingan orang-orang tertentu.
Mereka tertawa, tawa palsu.
Mereka berjanji, janji yang juga palsu.
Mereka mengisi perutnya dengan duit kepunyaan orang-orang malang itu.
Mereka dengan bangga menikmati harta yang seharusnya tidak mereka dapatkan.
Untuk apa ia berjuang bila akhirnya masih seperti ini?“

"Akhir-akhir ini saya selalu berpikir, apa gunanya semua yang saya lakukan ini. Saya menulis, melakukan kritik kepada banyak orang yang saya anggap tidak benar dan yang sejenisnya lagi. Makin lama, makin banyak musuh saya dan makin sedikit orang yang mengerti saya. Dan kritik-kritik saya tidak mengubah keadaan. Jadi apa sebenarnya yang saya lakukan? Saya ingin menolong rakyat kecil yang tertindas, tapi kalau keadaan tidak berubah, apa gunanya kritik-kritik saya? Apa ini bukan semacam onani yang konyol? Kadang-kadang saya merasa sungguh-sungguh kesepian”. - Soe Hok Gie, Catatan Seorang Demonstran.
Apa gunanya teriakan itu bila akhirnya orang-orang lebih memalingkan muka pada kekuasaan dan kemunafikan?
Perjuangannya tiada arti jika kita masih terkungkung dalam selimut manusia-manusia biadab itu.
Seharusnya Indonesia tidak seperti ini.
Merdeka secara tertulis namun belum merdeka secara pikiran dan kesejahteraan.
Indonesia tidak layak semiskin ini.
Sudah lama diperbudak, namun orang-orang itu senang saudara sebangsanya diperbudak, menjual tanah airnya.

“Seorang filsuf Yunani pernah menulis …nasib terbaik adalah tidak pernah dilahirkan, yang kedua dilahirkan tapi mati muda, dan yang tersial adalah umur tua. Rasa-rasanya memang begitu. Bahagialah mereka yang mati muda”. - Soe Hok Gie, Catatan Seorang Demonstran.
Pada akhirnya ia pun mengalami apa yang ditulisnya.
Singkat, namun berarti bagi orang banyak.
Semoga bukan retorika klise belaka.

Intelektual muda, pemberani, dan idealis. Namanya Soe Hok Gie.
Terimakasih Gie!
Semoga 17 Desember 1942 – 16 Desember 1969 bukan suatu yang sia-sia.
Indonesia masih bisa sedikit tersenyum…